Thursday, September 20, 2007

Ramadhan adalah 'Sepotong Taman Surga'

Message

[Eneng 's comment]

di bawah ini kutipan posting email yang cukup menarik untuk dibaca, setelah di go-through didapat kesimpulan bahwa kayaknya guwe belum melakukan puasa dengan benar… bahwa dalam berpuasa yang masih sulit dilakukan sampai saat ini adalah menjaga lisan, pendengaran dan penglihatan… kalau Puasa dipatok murni pada factor 3 ini, kayaknya guwe udah batal puasa dari kemarin-kemarin, mungkin bukan batal… tapi makna puasa-nya aku nggak dapet L  

Ramadhan adalah 'Sepotong Taman Surga'
Oleh : KH Hasyim Muzadi

Pernahkah terbayang dalam benak kita mengenai "sepotong surga" yang melayang-layang di atas bentangan langit dunia? Ia diangkat tinggi-tinggi oleh sepasukan malaikat Allah dan diantarkan oleh para bidadari yang mengirimnya hingga ke langit terbawah. Dalam "sepotong surga" ini tampak pula sepotong kolam yang berair tenang hingga kita dapat melihat diri kita sejelas-jelasnya. Jelas dosa-dosa kita, jelas pula kekurangan dan sifat alpa kita. Inilah tempat paling jujur bagi kita untuk melihat diri. Dan, dialah, Ramadhan yang kehadirannya selalu dinanti-nanti.  "Sepotong surga" ini sengaja dihidangkan Allah untuk para hamba-Nya. Ia, tentu saja diidam-idamkan oleh semua makhluk Allah. Berbeda dengan kilatan komet yang datang sekian puluh tahun sekali, "potongan surga" ini datang sekali setahun, selama satu bulan. Komet hanya sekilas lalu menghilang. Hanya dinikmati oleh mereka yang dekat dengan teropong. Tetapi potongan surga ini, sungguh luar biasa menakjubkan, diperuntukkan untuk semua hamba-Nya.

Baginda Rasul, Nabi Muhammad SAW, jauh-jauh hari sebelum bulan termulia ini datang, selalu melakukan persiapan-persiapan. Beliau menampakkan rasa gembiran serta keriangan tiada tara, karena bulan ini akan memberikan kesempatan emas bagi beliau dan terutama bagi umatnya.   Ramadhan adalah bulan penuh berkah, bulan kasih sayang Allah, bulan ampunan Allah dan bulan di mana Allah membuka pendaftaran bagi hamba-Nya yang ingin dibebaskan dari sergapan dan jilatan api neraka.

Setelah sebelas bulan lamanya kita bergelimang dosa, badan ditaburi dengan makan-makanan yang syubhat serta haram, mata hanya menikmati pemandangan yang mengundang murka Allah, telingan hanya mendengarkan yang berbau maksiat, tangan digunakan untuk memeras; kini tiba saatnya, selama satu bulan, kita menahan ini semua.  Betapa sayang dan kasihnya Allah kepada kita, meski berjuta dosa menumpuk, meski serangkaian pengkhianatan kita lakukan, meski setiap janji dengan-Nya kita selalu menyertainya dengan pelanggaran, tetapi Allah tak pernah bosan untuk menyayangi kita.

Alangkah indahnya kasih Allah kepada kita, tetapi alangkah nistanya kita sebagai hamba-Nya. Setiap saat Allah antarkan nikmat-Nya kepada kita, tetapi setiap malam para malaikat-Nya juga mengantarkan catatan-catatan keburukan kita kepada Allah.

Maksiat kita kepada-Nya tiada henti tetapi ampunan Allah kepada kita juga tidak pernah terputus. Alangkah nikmatnya Ramadhan. Beruntunglah kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bertemu Ramadhan karena tidak sedikit di antara saudara kita yang pernah bertemu Ramadhan tahun lalu, tetapi tak bisa menikmatinya tahun ini. Ketahuilah, ini semua terjadi karena kita masih disayang Allah. Janganlah kasih dan sayang-Nya kita balas dengan tindakan yang justru menistakan diri kita.

Untuk membasuh seluruh daki-daki dosa, untuk membersihkan sifat angkara murka, untuk menyucikan kembali jiwa kita, Allah telah memerintahkan para malaikat-Nya mengantarkan "sepotong surga" agar kita dapat membasuh diri, membersihkan jiwa serta menyucikan hati melalu bulan Ramadhan. Karena itu, jangan sia-siakan kedatangan Ramadhan ini, jangan telantarkan hidangan yang tengah disajikan para malaikat-Nya kepada kita.  Bulan ini akan mengajarkan kepada kita bagaimana melakukan pengendalian, bagaimana melakukan pelurusan serta bagaimana melakukan penjernihan terhadap rohani kita. Hal ini semua dapat dengan mudah dicapai bila kita secara sadar mampu mengendalikan nafsu, karena salah satu elemen kamanusiaan ini memang diciptakan Allah dengan kehendak tak terbatas. Nafsu selalu cenderung kepada hal-hal negatif (an-nafsul ammaaroh bis suu') dan untuk menundukkannya kita harus bisa memberikan jalan dan ruang yang jelas agar nafsu dapat dimafaatkan dengan benar. Inilah sebenarnya barometer paling nyata yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk dapat mengukur kehambaan kita kepada-Nya.   Jika seorang hamba mampu mengendalikan nafsu dan memanfaatkannya dengan baik, maka nafsu (an-nafsul lawwamah) akan sangat membantu membangunkan stimulus dalam diri kita untuk selalu menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak Allah. Kalau bisa, malah meletakkan kehendak Allah di atas kehendak kita. Menikmati makanan karena lapar, merasakan kesejukan air karena dahaga, dan berhubungan intim karena memenuhi kebutuhan biologis, adalah kehendak kita. Di bulan Ramadhan, kita mencoba mengendalikan kehendak-kehendak ini di bawah kendali kehendak Allah. Allah berkehendak agar kita berpuasa dari makan, menahan dahaga serta menjauhi hubungan intim.

Ini semua harus kita lakukan meski kita meyakini benar harta yang kita makan adalah milik kita, air yang kita minum adalah milik kita, dan wanita yang kita gauli adalah istri kita. Puasa bukan sekadar melarang kita untuk melakukan hal-hal yang diharamkan Allah, tetapi apa yang menjadi hak kita pun harus dibatasi dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Pada strata ini, kita baru sukses menjadi orang yang berpuasa "shoumul 'umum".   Pada strata lanjutan, seorang hamba akan disebut mampu menangkap pesan moral ibadah puasa ketika ia bukan sebatas menahan makan, minum, dan seks, tetapi bila ia berhasil mengendalikan pembicaraannya, pendengarannya, dan pandangannya.

Bulan ini akan mampu mengantarkan kita melakukan "shoumul khusus", kalau kita mampu puasa bicara. Kita bukan sekadar mampu mengendalikan lidah untuk tidak menggunjing, menfitnah, berbicara kotor, karena di luar bulan Ramadhan pun hal itu tak boleh kita lakukan. Kondisi ini akan semakin baik jika kita juga mampu melakukan puasa mendengarkan.   Bukan sekadar berpuasa mendengarkan yang jelek-jelek, karena di luar bulan Ramadhan pun hal itu sudah jelas-jelas dilarang. Kita mencoba mendengarkan yang baik serta membiasakan telinga kita menyimpan hal-hal yang baik. Begitu pula dengan puasa melihat. Kalau jenjang ini berhasil kita lakukan, maka strata kita sudah meningkat menjadi "shoumu khususil khusus".

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah: 183).

Jika bangsa ini merasa betapa berlimpahnya kesulitan menghadang, seakan tidak ada lagi harapan, maka Ramadhan adalah saat di mana Allah tidak akan mengecewakan hamba-hamba-Nya. Karena itu, seharusnya kita bersimbah air mata karena kerinduan yang mendalam ingin mendapatkan jaminan Allah SWT.

Baginda Rasul pernah bersabda, "Inilah bulan yang ketika engkau diundang menjadi tetamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Pada bulan ini napasmu menjadi tasbih, tidurmu menjadi ibadah, amal-amalmu diterima, dan doa-doamu diijabah.

Bermohonlah kepada Allah, Rab-mu dengan hati yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shaum dan membaca kitab-Nya. Sungguh celakalah orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah pada bulan yang agung ini. Wallaahu a'lamu bis-shawaab.

       
Mahabenar Allah, yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana

No comments:

Post a Comment