Seorang lelaki, let’s say a telemarketer (T) dengan high tone, loud, and clear, also full of confidence dan berapi-api di sebrang telepon. Di sisi sini, aku yang lagi terengah-engah dikejar dead-line (gw), masih berusaha mencerna apa yang ditawarkan, sembari bersiap-siap say “No”
Actually kerap banget para tele marketer nelpon di jam-jam yang nggak manusiawi, tapi kadangkala gw masih berbaik diri-lah memposisikan diri bila ada di tempat mereka, kasian aja orang mau jualan, masa belum belum-belum udah ditolak. Biasanya masih dikasih kesempatan berbicara untuk beberapa waktu, meski lebih sering akhirnya ditolak juga penawarannya, at least I tried to listen, khan?
Kejadian juga just now, berusaha mendengarkan sepenuh hati, apalagi katanya, gw dapet hadiah gratis (apaahhh??? Hari ini gratis ?? nggak mungkin banget khan??) percakapan di bawah ini disarikan dari pembicaraan sebenarnya yang jauh lebih lama…
T : Selamat pagi Ibu ___ (menyebutkan nama kecil-ku, tumben nggak salah spelling), benar saya berbicara dengan Ibu ________ (menyebutkan nama lengkap-ku) ?
Gw : (dengan malas-malasan) benar !
T : Ibu, Selamat ya Ibu telah terpilih mendapatkan paket hadiah gratis dari A _____ S (dengan sumringah), Ibu menerima ini karena tercatat memiliki record yang baik dalam hal pembayaran kartu kredit Visa dan Master Card-nya.
Gw : (belum tergoda) oya, kok bisa ?
T : ini paket yang tidak bisa terlewatkan Ibu…bla..bla…bla…. (disebutkan lah bahwa gw bakal mendapat GRATIS kartu pendamping Visa dan Master sebagai discount card selama 10 TAHUN berikut deretan paket gratis yang menggiurkan dari mulai voucher 1 ticket pesawat route domestic berikut voucher menginap di hotel, semua paket gratis senilai 8 juta rupiah akan dikirimkan ke rumah, TANPA DIKENAI BIAYA APAPUN TERMASUK MEMBERSHIP…..)
Gw : (mulai tergiur tapi mulai curiga) dan saya harus bayar….. (dibiarkan menggantung…)
T : wahhh ibu bagaimana.. khan saya sudah bilang gratis bu! Cukup Ibu bayar pajak-nya sekali saja selama 10 tahun tidak akan diminta lagi (nah ini diaaaa…) dari keseluruhan paket sejumlah 8 juta, ibu cukup membayar pajak…. Bayar pajak loh bu..sebesar Rp.2 juta saja..dan pembayaran pajak ini bisa dibayar dengan kartu kredit dengan cara mencicil (pajak kok bisa dicicil? Jadi inget Gayus dech).
Gw : Nah! Saya bayar pajaknya kapan?
T : Ibu bayar sekali saja, bulan depan langsung kami debet.
Gw : Nggak salah mas ? saya khan belum pakai? Bukannya saya harus menerima dulu barangnya baru saya bayar pajak ya? Dimana-mana bukannya barang atau jasa dan pajak berbarengan datengnya? Jadi apa bedanya ini dengan membership ? saya kok ngelihatnya seperti bayar membership aja (eng..ing..eng…)
T : lho..lho..beda Bu! Ini bukan membership.. ini gratis !!! saya khan sudah bilang dari tadi kalo ini gratis !!
Gw : ach saya nggak liat bedanya, mas ! saya masih liat ini seperti membership kok… begini aja dech… mas kirim aja ke saya lewat email biar saya bisa pelajari…
T : Mana bisa begitu Bu! Kami tidak bekerja dengan cara itu, tidak ada brochures dll, ini voucher yang kita kirim setelah mendapat konfirmasi Ibu.
Gw : yah ! kalau begitu saya nggak mau terima paket-nya dech mas!
T : lho kok begitu ? tidak ada yang menolak Bu! Selama ini selalu diterima…
Gw : saya harus berbicara sama suami saya, apa dasarnya kalau begitu?
T : ya sudah kalau ibu tidak tertarik ! ..klik (Nah loh dia duluan yang tutup.. nggak ba bi bu lagi…)
Modus baru … iuran membership disamarkan dengan tagihan pajak.