Movie Review
Thanks to Dina, Dwi Kuncoro dan Poppy Sovia … karena mereka mampu membuat film MMM (sebut saja begitu) jadi agak lebih hidup. Tapi buat yang belum nonton, mending tunggu film ini masuk VCD dulu karena filmnya nggak sebanding ama effort kita untuk ngantri apalagi promosinya.
Biasanya untuk nonton film Indo, gw & misua cukup beli DVD-nya, tapi karena tempo hari kita cukup puas dengan Naga Bonar jadi 2, ya udah tancap gas lha untuk yang ini ech nggak taunya segitu doang...
Ceritanya setelah cukup terganggu dengan poster besar film MMM, akhirnya kita putuskan untuk nomat MMM di Kalibata Mall dengan entry ticket 10rb, hehehe lumayan biar kata campur nyamuk....
ALUR CERITA
Sebenarnya untuk ide cerita sich nilainya di atas lumayan. Banyak nilai-nilai yang bisa diambil, tapi gaya penceritaannya itu yang terlalu sederhana dengan properti yang dipaksakan, banyak adegan yang terkesan low budget untuk return profit yang diharapkan lebih tinggi .... contohnya saja adegan kematian dari sang Bapak ”cukup” digambarkan dengan bendera kuning, adegan Shanaz berbaju hitam menangis, terus didatangi oleh sahabat, Pacar, ibu, dan ’teman dekat’ ibunya yang semuanya berbaju hitam.
Ada hal yang aneh lain, ketika Shanaz mau pulang ke Jakarta, kok dilepas di Sawah? Kenapa nggak dilepas di stasiun? Nggak ngerti.
Yang ngeganjel banget adegan terakhir ketika sang ibu meluk anaknya yang pulang, suasana sendu itu terusak dengan ”pakaian seksi” ibu yang mau nggak mau terpampang dengan jelas di kamera.
KEHILANGAN NYAWA
Rudy sepertinya kehilangan nyawa dalam membesut film ini, padahal film dia yang laen yang juga miskin property ”mengejar matahari” bisa sebegitu bagusnya, kenapa yang ini nggak ya? Bahkan masih bagus AADC jauhh... apa pengaruh produser-nya yang cukup nge-pop dan lebih keseringan ngerjain sinetron daripada yang film ya ..... itu lah sebabnya dari kemaren rada-rada mikir juga waktu mau beli film ”mendadak dangdut” (BTW, judulnya kok dimulai dari M semua ya).
GOOD THINGS
Bagi yang kangen Jogja, bisa-lah jadi obat rindu, meskipun juga nggak menampilkan Jogja secara utuh. Untung permainan dari para aktornya cukup menghibur. Dwi Kuncoro mampu menampilkan ke-mas-mas-annya terlebih ketika dia berdandan rapi untuk first date-nya... aduuuhhhh Kamse Upay, pokoknya ! biar kata misua guwe Dwi K terlalu ganteng untuk jadi mas-mas malah katanya lebih pas Agus Kuncoro.
Dina Olivia aktingnya enak dilihat, meski dia terlalu manis untuk jadi pecun (*sorry*). Dengan muka semanis itu sebenarnya dia mampu jadi SPG.... atau jadi model ;p tapi dia bagus kok,
MUST SEE?
Mendingan bersabar aja nunggu VCD-nya dech.
SYNOPSIS (dari website-nya Cineplex 21)
Shanaz - 17 tahun, (Poppy Sovia) menjadi remaja pemberontak sejak ayahnya meninggal. Ketidakharmonisan dengan sang Ibu memuncak saat Ibunya akan menikah lagi. Ia memutuskan menyusul kekasihnya, Mika, ke
Ningsih (Dina Olivia), seorang PSK bersimpati pada Shanaz dan tinggal bersamanya. Lama kelamaan Ningsih menjadi figur kakak dan ibu yang diimpikan. Shanaz. Shanaz juga berkenalan dengan Parno (Dwi Sasono), seorang pengamen campur sari dan mantan kekasih Ningsih
Ketulusan Parno ternyata meluluhkan hati Shanaz. Diam-diam ia menaruh hati pada Parno yang lebih tua 20 tahun darinya. Ternyata Ningsih masih menyimpan perasaan untuk Parno, begitupun sebaliknya. Saat Mika menjemput Shanaz untuk kembali ke
Keputusan apakah yang akan diambil oleh Shanaz?
No comments:
Post a Comment