Friday, February 6, 2009

Jaipongan identik dengan pornografi ?

terus terang agak bingung dengan komentar Tifatul Sembiring - PKS leader hari ini di detik com, karena katanya....
Kalau tari jaipong setahu saya sejarahnya itu di dalam tempat-tempat yang "negatif".

lalu menurutnya,
anjuran Gubernur Jawa Barat melihat dari sejarah jaipong itu sendiri.
Jaipong adalah tarian erotis dan diidentikkannya dengan tempat-tempat yang dikenal kurang baik.

memang sich... statement itu keluar sebagai tanggapan dari anjuran gubernur Jawa Barat yang meminta agar Jaipongan mengurangi unsur 3G - bukan jenis frequency atau hantaran data - singkatan dari goyang, gitek, geol.

terus terang si... yang bikin tercenung bukannya anjuran gubernur..secara pribadi setuju bahwa unsur 3G mesti dikurangi dalam Jaipongan.... tapi justeru komentar Tifatul mengenai erotis dan tempat negatif yang mesti diklarifikasi... secara dulunya ik mantan penari (biar ndutz begini..hehehe..) dan merasa nggak pernah menampilkan unsur erotis...

so mesti diusut dong, mengapa harus ada paradigma
Jaipongan identik dengan erotisme lalu dengan pornografi.

Kalo menyimak wikipedia, cikal bakal jaipongan sebenarnya adalah adanya unsur tari kerakyatan semacam tarian di ballroom, tarian pergaulan tanpa pakem tertentu. lalu berkembang berkat kreasi seniman Jawa Barat bernama Gugum Gumbira terhadap gerakan Ketuk Tilu.

Seperti yang dikutip dari harian Pikiran Rakyat oleh milis Kisunda, semula bangunan gerakan baru tersebut akan diberi nama oleh Gugum Gumbira sebagai Ketuk Tilu Perkembangan yang akan ditampikan pada suatu Festival Seni Rakyat, akan tetapi penamaan ini tidak disetujui oleh Panitia-nya dengan alasan bahwa Ketuk Tilu memang masih akan berkembang masih belum mati jadi penamaan demikian tidak perlu. Akhirnya diputuskan untuk dinamai Jaipongan yang merupakan plesetan dari Blaktipong yaitu tiruan dari suara kendang ketika dipukul.

Genre yang juga sempat aku ingat dari dasar gerakan Jaipongan...
Mundur-mundur
maju-maju
blaktingpong blaktingpong pletuk-pletuk
(Lalu disusul oleh suara gamelan)
Jaipong! Jaipong!
Jaipongan!

Yang menarik, sebagaimana juga aku setujui adalah statement Gugum bahwa...
Lho, tari saya dari awal sampai akhir, tidak ada 20% itu gerakan geol, gitek, goyang. Kalau saja ketiga unsur itu sedikit ada, itu bukan buat mendominasi gerakan. Tapi memang dalam tari rakyat unsur erotisme itu ada. Rasa erotis di mana-mana pun ada

selanjutnya Gugum berpendapat soal erotisme..
Konotasi atau sudut pandang erotis bagi saya adalah keindahan. Bukan yang mengarahkan kepada seks appeal. Sebab kalau yang disebut keindahan atau yang bisa mengusung kepada unsur erotis atau seks appeal bukan hanya goyang saya kira.
erotisme memang kodrati. Itu dari sananya, kita nggak usah malu-malu. Tapi memang kalau dalam pertunjukan, kita harus memberikan suatu edukasi atau tanda bahwa sejauh ini kita ini masyarakat yang sangat beradab. Ya, saya kira kalau ngomong goyang, ya, jalan juga goyang! Parfum juga bisa menimbulkan unsur erotis. Karena itu golongan elite kota besar lebih gila itu erotisnya, dari mulai parfum, sampai bedak, dan lipstik yang kalau semuanya kita cium,waaaaah! Belum lagi baju dan modelnya.Tapi tampaknya sekarang pengertian erotisme selalu diarahkan pada pornografi dan imbasnya bukan tidak mungkin sampai ke tari-tari rakyat.

Sebelum menutup tulisan ini, perlu disimak... bahwa jaipongan kreasi Bapak Gugum ini pada perkembangannya oleh Sanggar Tari di daerah Kaler alias Utara yaitu misalnya daerah Subang dan Karawang menjadi tarian Jaipongan gaya kaleran, dengan ciri khas keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya).... dimana unsur tariannya terdiri dari ...
1. Tatalu
2. Kembang Gadung
3. Buah Kawung Gopar
4.Tari Pembukaan (Ibing Pola)
biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (seorang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih)
5. Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).

Nah..mungkin yang dimaksud oleh Pak Tifatul adalah Jaipongan yang ini khan? berarti bukan yang asal muasal dong ya Pak? yang ini hasil perkembangan dan bahkan posisinya masih current... terus terang waktu KKN di daerah Cariu/Jonggol dulu, sempet kaget juga liat jaipongan gaya begini (secara dulunya aliran Bandung-an)... very hot... sampe kita anak mahasiswa pada ngumpet karena dipanggil-panggil ama Tuan Rumah untuk ikut "bergoyang" dan "nyawer" bersama..hiyyyy...kaburrrrr....

well.. setelah membaca sendiri statement dari sang kreator Jaipongan vs Jaipongan ala kaleran ..
apakah Jaipongan memang identik dengan erotisme ?
apakah yang dimaksud adalah erotisme yang mengundang ?
Jaipongan yang mana yang memang mengundang?
silahkan beropini kalau begitu ...

sementara....ayukkk goyang duyu.... di-gitek-di-gitek..di-geol...asyiiikkk...
(hush!!! ntar kena pasal erotisme lagi !!! hihihi...ampun Pak...)

No comments: